Maloklusi dan pengucapan ...

Maloklusi (malocclusion) adalah suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsinya. Maloklusi kelas II (distoklusi) atau gigi atas lebih ke depan daripada gigi bawah akan terjadi distorsi atau penggantian suara bibir p, b, dan m sehingga apabila berbicara akan mengatupkan bibir bawah dan atas bersama-sama. Sementara itu, pada maloklusi kelas III (mesioklusi) atau gigi di rahang atas berada di belakang gigi di rahang bawah akan mengakibatkan distorsi pembicaran dan posisi antargigi untuk suara s, z, t, l, dan n.


Bicara merupakan satu cara menentukan bahasa, di antaranya dengan cara menulis, gerak tangan, dan tanda. Yang termasuk atribut bicara adalah nada suara, kekerasan dan kualitas suara, huruf hidup, huruf mati, diftong, dan campuran dari segalanya menjadi silabus kata-kata, kecepatan bicara, tekanan kata-kata, dan irama.

Proses perkembangan berbicara dan berbahasa pada bayi dan anak tidak bisa berjalan dengan sendirinya. Perlu adanya proses pembelajaran, seperti diajaknya bicara pada bayi dan anak sehingga anak mampu berkata-kata meskipun kedengaran belum begitu jelas. Oleh karena itu, anak yang terganggu pendengarannya biasanya tidak bisa bicara. Proses bicara merupakan aktivitas yang terkoordinasi antara kontraksi otot-otot pernafasan, laring, paring, palatum (langit-langit), lidah, bibir, dan gigi serta dipersarafi sistem saraf pusat.

Bicara adalah membuat dan mengelola suara menjadi simbol-simbol. Terjadinya simbol-simbol ini merupakan hasil kerja sama beberapa faktor, yaitu

- Respirasi (aliran udara) adalah diawalinya proses bicara. Dalam keadaan normal agar dapat terbentuk suara (phonasi), alat pernapasan mengalirkan udara dengan jumlah dan tekanan yang cukup.

- Phonasi adalah suara yang dihasilkan dari aliran udara keluar melalui laring, di dalam laring pita suara mengubah aliran udara ini. Dengan cara mengatur kedua pita suara (kiri dan kanan) dan juga mengatur jaraknya, terbentuk suatu celah sempit yang besar dan konturnya bervariasi sehingga menimbulkan tahanan terhadap aliran udara. Tahanan ini menyebabkan udara bergelombang sehingga timbul bunyi/suara. Suara ini disebut dengan suara laring (suara vokal).

- Resonansi adalah yang memberikan kualitas karakteristik pada bunyi gelombang suara yang ditimbulkan pita suara. Organ-organ yang berfungsi sebagai resonator adalah sinus-sinus, permukaan organ-organ, rongga paring, rongga mulut, rongga dinding, rongga dada. Suara laring yang telah mengalami resonansi ini masih belum merupakan suara bicara seperti apa yang kita dengar.

- Artikulasi (pengucapan) bertugas memodifikasi suara-suara laring tadi dan juga membentuk suara-suara baru dalam rongga mulut. Beberapa jenis konsonan yang terbentuk setelah mengalami artikulasi:

a. Suara bilabial (bibir dengan bibir): m, p, b.

b. Suara labiodental (bibir dengan gigi): f, v.

c. Suara linguodental (lidah dengan gigi): t, s, th

d. Suara linguopalatal (lidah dengan langit-langit): r, l.

e. Suara linguoapikoalveolar: n, d.

f. Suara glotis: h

Apabila tidak ada peranan artikulasi dalam pembentukan suara, yang timbul suara-suara vokal saja.

- Integrasi neurologik (koordinasi sistem-sistem saraf) yang dikoordinasi sistem saraf pusat. Faal bicara diatur dengan proses belajar dengan cara pengalaman, pendengaran, pengelihatan, dan perkembangan sistem saraf pusat. Apabila dalam faal bicara berlawanan dengan fungsi vital lainnya dari struktur maksilofasial, yang akan menderita adalah faal bicara, contohnya berbicara terpaksa berhenti segera apabila terjadi refleks penting seperti batuk, bersin, cegukan, dan muntah.

Evaluasi perkembangan bicara pada anak berpedoman pada penguasaan huruf mati yang sesuai dengan umur seperti terlihat di bawah ini:

Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kecakapan dan komunikasi pada anak adalah faktor-faktor keadaan, lingkungan, dan emosi anak. Apabila faktor tersebut tidak ada salah satu, perkembangan komunikasi anak akan terlambat.

Kelainan pada gigi dan mulut akan memengaruhi kejelasan bicara dan bahasa akibat adanya penyakit, gangguan atau kelainan fisik, psikis atau sosiologis. Kelainan dapat timbul pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan masa setelah lahir yang dapat bersifat herediter (keturunan), kongenital atau dapatan.

Kelainan yang dapat memengaruhi kejelasan bicara dan bahasa adalah:

- Palatosisis (celah langit-langit), labiosisis (celah bibir) dan palatolabiosisis (celah komplit). Kelainan ini akan mengakibatkan pembicaraan menjadi sengau dan serak, suara tidak jelas, volume berkurang, sulit mengucapkan konsonan frikatif (bunyi desah), dan konsonan mati lebih sering mengalami kesalahan pengucapan.

- Kehilangan gigi atau ompong akan mengakibatkan ketidakjelasan bicara f, v, t, s, n, dan d. Pada anak-anak yang kehilangan gigi belum waktunya akan memengaruhi perkembangan bicara.

- Kelainan bentuk dan struktur organ bicara yang sering terlihat pada kelainan lidah dan palatum (langit-langit) yang memengaruhi ketelitian, rentang, dan kecepatan gerakan lidah yang mengakibatkan kesulitan bicara l, t, d, n, s, z, dan kesalahan dalam proses penelanan. Kelainan ini sering terjadi karena adanya kebiasaan buruk, seperti mengisap jari, bernapas melalui mulut, menggigit bibir, menggigit pensil dan kuku, atau adanya tonsil dan adenoid yang memengaruhi gerakan lidah.

Untuk menghindari ketidakjelasan bicara dan bahasa ini, bisa dilakukan sejak dini apabila orang tua dan tentunya dokter gigi (dentist) mengetahi adanya kelainan pada gigi dan mulut anak. Oleh karena itu, orang tua harus memperhatikan perkembangan bicara dan bahasa anak serta perkembangan gigi dan mulut pada anak.

Keywords: ortodonti, ortodontik, ortodonsia, ortodontis, orthodonti, orthodontic, orthodontist, maloklusi, malocclusion, crowded, tooth, teeth, oklusi, occlusion.

1 comment:

furstin Dgrave said...

thx sudah sharing,, menambah pengetahuan :)